Minggu, 19 Juni 2011

TILAWAH AL-QUR'AN

PERINTAH SYAR’I
Allah SWT memerintahkan setiap muslim untuk selalu mentilawahkan Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya  (yang terjemahannya) :

Tilawahkanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), yaitu Al-Kitab 
(Al-Quran) dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan- perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (yakni shalat itu) adalah (perkara yang) lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. 
(QS : 29.Al-Ankabut : 45)

Selanjutnya Rasulullah SAW memerintahkan :

 نَوِّرُوْا مَنَازِلَكُمْبُيُوْتَكُمْ( بِالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ اْلقُرْأَنِ

Terangilah kediaman-kediaman (rumah-rumah) kalian dengan shalat dan bacaan Al-Qur’an. (HR Baihaqi)

Ayat tersebut memuat perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, namun khitab sebenarnya dari perintah itu ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin sebagaimana yang dipertegas oleh hadits di atas. Jika kita fahami berdasarkan qa’idah umumnya, maka hukum asal dari pelaksanaan perintah ayat dan hadits tersebut adalah wajib.  Hal ini berdasarkan qa’idah :

Hukum asal suatu perintah adalah wajib

 Dalam konteks ini maka hukum mentilawahkan Al-Qur’an itu adalah wajib, atau paling kurang sebagai sunnah yang dikuatkan (sunnah mu’aqadah). Hanya saja yang paling prinsip bagi seorang muslim bukanlah mempertanyakan hukumnya melainkan ketaatan dan kecintaan dalam melaksanakannya. Menjalankan perintah syari’at jauh lebih mulia ketimbang memperdebatkan status hukumnya.


 TUNTUNAN SYAR’I
Jika kita cermati dari penggalan ayat (yang terjemahannya) :

Tilawahkanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), yaitu Al-Kitab (Al-Quran) ........

Lafazh  @ø?$#  dapat diartikan bacalah atau tartil-kanlah.
Lafazh ini berasal dari akar kata : تَلَى à يَتْلُوْ à تِلاَوَة yang artinya membaca atau mentartilkan.
Tilawah adalah membaca Al-Qur’an secara tertata dan teratur mengikuti tata aturan tertentu.
Adapun lafazh  ÆÏB  dapat diartikan sebagian.
Maka dalam sehari semalam kita diwajibkan mentilawahkan Al-Qur’an itu hanya sebagian saja, tidak diwajibkan mengkhatamkan seluruhnya dalam sehari semalam. Bahkan Kita dilarang mengkhatamkan Al-Qur’an (secara pribadi) kurang dari 3 hari. Selanjutnya pengertian sebagian itu bisa sebagian besar, sebagian kecil, atau hanya beberapa ayat saja. Jadi dalam sehari semalam harus ada waktu yang digunakan untuk mentilawahkan (sebagian dari) Al-Qur’an.
Sedangkan lafazh  =»tGÅ3ø9$#ÆÏB  dapat diartikan sebagian dari seluruh isi Al-Kitab.
Sehingga pengertian sebagian itu adalah sebagian yang berkelanjutan sampai khatam 30 juz.
Dengan demikian maksud dari perintah syar’i tersebut adalah agar setiap muslim selalu membaca Al-Qur’an dengan mengikuti tata aturan yang ditentukan, sebagian demi sebagian, secara rutin setiap harinya dan berkelanjutan sehingga ia dapat mengkhatamkan seluruhnya. Tujuan dari semua itu adalah untuk menerangi rumah, maksudnya menerangi hati dan seluruh anggota keluarga penghuni rumah itu.


TAHAP YANG HARUS DITEMPUH UNTUK TILAWAH AL-QUR’AN
Yakni :
(1) Belajar membaca aksara Al-Qur’an (kalimat berbahasa Arab), misalnya dengan metode Iqro’. (2) Memperbaiki makhraj, yakni bagaimana mengucapkan bunyi huruf secara baik dan benar. (3)  Memperbaiki mad, yakni kadar bunyi panjang dalam setiap lafazh yang bervariasi. (4) Memperbaiki bacaan dari hukum tajwid-nya. Mana yang harus dibaca berdengung, mana yang jelas, mana yang samar-samar, dll. (5) Memperindah bacaan dengan irama dan tartilnya, sehingga indah didengar dan nyaman membacanya. (6) Menjaga adabut tilawah-nya, yakni menjaga tata aturan etika dalam hal membaca Al-Qur’an. Misalnya : berwudhu, membawa / menyangganya dengan tangan kanan atau kedua tangan, meletakkannya lebih tinggi dari duduk kita, dll.


MANFAAT TILAWAH AL-QUR’AN DAN BAHAYANYA JIKA MENINGGALKANNYA
Jika kita perhatikan sabda Rasulullah SAW :

نَوِّرُوْا مَنَازِلَكُمْ) بُيُوْتَكُمْ( بِالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ اْلقُرْأَنِ

Terangilah kediaman-kediaman (rumah-rumah) kalian dengan shalat dan bacaan Al-Qur’an. (HR Baihaqi)

Maka harus diyakini bahwa manfaat yang sangat penting dari tilawah Al-Qur’an itu adalah guna menerangi rumah kita, baik rumah ruhani di dalam dada kita (yakni qalbu) ataupun rumah jasmani yang kita tempati (yakni rumah tinggal). Orang yang qalbunya kosong dari dari tilawah Al-Qur’an sangat berbahaya bagi hidupnya, sebab hatinya menjadi rumah yang kosong dan reot terrancam ambruk.

Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya) :

Sesungguhnya orang yang di dalam rongga mulutnya tidak ada sedikitpun dari bacaan 
Al-Qur’an maka ia seperti rumah yang bobrok. 
(HR Ad-Darimi dan Al-Hakim)

Hati yang digambarkan seperti rumah bobrok (kosong dan reot) adalah hati yang cepat gelisah, mudah su’u zhan, dll. Jika dibiarkan maka ia akan mudah terkena penyakit hati, yang digambarkan sebagai besi berkarat. Penyakit hati tersebut berupa thama’ (rakus), bakhil (pelit), ananiyah (egois), kibir (sombong) dan syirik. Untuk menyembuhkan penyakit ini adalah dengan membaca Al-Qur’an.

Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya) :

”Sesungguhnya hati ini akan berkarat sebagaimana besi yang berkarat jika terkena air.” Bertanyalah para sahabat, ”Ya Rasulallah, apakah yang mengkilapkan hati itu?” (Beliau bersabda) ”Banyak-banyak mengingat mati dan mentilawahkan Al-Qur’an” 
(HR Al-Baihaqi)


MENERANGI RUMAH DENGAN AL-QUR’AN
Di awal telah disebutkan, manfaat yang sangat penting dari tilawah Al-Qur’an itu adalah guna menerangi rumah kita, baik rumah ruhani di dalam dada kita (yakni qalbu) ataupun rumah jasmani yang kita tempati.  
Pengertian rumah dalam konteks  ini adalah rumah dalam arti jasmani, yang dalam bahasa Arab diistilahkan : 1) Bait (tempat menginap) yang bentuk jamaknya Buyut, 2) Maskan (tempat yang menenteramkan) yang bentuk jamaknya Masakin dan 3) Manzil (tempat menetap) yang bentuk jamaknya Manazil. Menerangi rumah artinya menjadikan Al-Qur’an itu berfungsi sebagai petunjuk, penjelas, dan pembeda (yang benar dan salah, halal dan haram, haq dan bathil) bagi anggota keluarga sehingga menjadi keluarga yang sakinah. Fungsi-fungsi Al-Qur’an tersebut sebagaimana tersebut dalam Firman Allah SWT (yang terjemahannya) :

Bulan Ramadhan, ialah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur
(QS : 2.Al-Baqarah : 185)

Maka demi merutinkan tilawah Al-Qur’an di rumah maka dalam keluarga seorang muslim harus diambil kesepakatan tentang : 
(1) Kapan waktunya, misalnya Maghrib sampai ‘Isya. 
(2) Bagaimana teknisnya, sendiri-sendiri atau disima’, dengan terjemahnya atau tidak, dsb. 
(3) Jika ada anggota keluarga yang tidak melakukan toleransi atau sanksinya bagaimana.


REALISASI PELAKSANAAN SYARI’AT TILAWAH AL-QUR’AN 
Jika pada bagian sebelumnya telah diuraikan sejak dari dalil syar’i hingga teknis pelaksanaannya secara pribadi dan keluarga, maka pada bagian ini akan diperjelas dengan upaya realisasinya secara menyeluruh di dalam kehidupan, yakni sebagai berikut : 
(1) Hendaklah setiap muslim mempunyai waktu khusus setiap harinya – misalnya sebelum dan/atau sesudah shalat fardhu – untuk mentilawahkan Al-Qur’an, sehingga dalam seumur hidupnya telah sekian kali mengkhatamkan Al-Qur’an. 
(2) Hendaklah setiap keluarga muslim mempunyai waktu khusus setiap harinya – misalnya ba’da Maghrib – untuk mentilawahkan Al-Qur’an, sehingga kebersamaan dalam keluarga bernilai syar’i dan diberkati dengan keridhaan Ilahi. 
(3) Hendaklah ormas Islam dan gerakan da’wah lainnya mempunyai waktu khusus dalam setiap aktivitasnya – misalnya sebelum rapat, pengajian dll – untuk mentilawahkan Al-Qur’an, sehingga ghirah da’wahnya benar-benar terbimbing kepada tujuan yang nyata yakni menuju Allah Ta’ala, bukan tujuan bertendensi duniawi, syahwat politik dan lain-lain yang kerapkali – penyimpangan halus itu – tidak disadari. 
(4) Hendaklah aktifis ormas Islam dan gerakan da’wah lainnya mempelopori pelaksanaan perintah tersebut dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya. 
(5) Hendaklah pemimpin kaum Muslimin mempelopori pelaksanaan perintah tersebut dimulai dari dirinya sendiri dan keluarganya.
(6) Tidak bijak jika ada yang mengatakan ”Untuk apa membaca Al-Qur’an dan dikhatamkan tetapi tidak tahu artinya”, lebih berpahala jika ia mengatakan ”Ayo membaca Al-Qur’an dan dikhatamkan meskipun belum tahu artinya.” Sebab pernyataan yang pertama itu berpotensi membunuh umat Islam sedangkan yang kedua justru menghidupkannya.



PENUTUP
Semoga Allah SWT memberikan kita petunjuk, kekuatan, pertolongan dan kemudahan di dalam merealisasikan perintah syari’at dalam hal mentilawahkan Al-Qur’an, selanjutnya kita dimudahkan pula untuk mentadabburkan, mengamalkan, menda’wahkan dan membela Al-Qur’an.
Fastabiqul- khayrat.




Sabtu, 18 Juni 2011

Nasehat

Kecerobohan terbesar justru sedang kita mulai ketika kita memberikan nasehat, yakni ketika nasehat itu justru kita berikan hanya untuk orang lain dan bukan untuk diri kita sendiri. Mudah-mudahan saja, apapun yang akan disampaikan melalui blog ini lebih memberikan manfaat bagi penulisnya selain juga diniatkan untuk kebaikan pembacanya.